Analisis Siklus Kebijakan Mengenai ‘Pencantuman Gambar Orang/Organ Tubuh yang Rusak Akibat Merokok di Bungkus Rokok’

 

Penjelasan

Rokok (tembakau) merupakan isu kebijakan yang masih mengundang pro dan kontra bagi masyarakat. Hal ini disebabkan merokok sudah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan di Indonesia. Sebagian masyarakat menganggap bahwa mereka belum makan kalau belum merokok. Fakta yang menjadi perhatian adalah tingginya perokok pada generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa. Berdasarkan hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia tahun 2011 yang dirilis Kementerian Kesehatan 2 Agustus 2012 lalu, prevalensi perokok usia 15 sampai 24 tahun mencapai 51,7 %, termasuk anak-anak dan remaja kelompok usia 15 hingga 18 tahun. Dibutuhkan kebijakan yang efektif agar penyakit stroke, hipertensi, dan penyakit lainnya akibat merokok tidak berkembang di Indonesia.

 

Salah satu penyebab tingginya persentase remaja merokok adalah pengenalan rokok sejak dini. Mereka sudah terpapar rokok semenjak kecil, baik dari lingkungan keluarga maupun dari media iklan di televisi, koran, papan reklame (billboard), dsb. Namun mereka tidak mengetahui bahaya kesehatan akibat merokok, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain yang ikut menghirup asap rokoknya. Remaja yang tumbuh dalam keluarga perokok beranggapan bahwa rokok adalah hal biasa dalam kehidupan. Promosi dan iklan rokok yang sangat gencar dan menarik disertai image bahwa ‘perokok itu hebat dan keren’ membuat remaja penasaran untuk mencoba dan beranggapan bahwa mereka akan terlihat keren dan hebat jika mengkonsumsi rokok. Kenyataan ini harus segera diperbaiki dengan pemberian pemahaman yang benar mengenai bahaya rokok pada masyarakat khususnya remaja.
Kebijakan larangan penjualan rokok untuk usia kurang dari 17 tahun dapat dilakukan untuk mencegah para remaja yang ingin mengkonsumsi rokok karena hanya yang memiliki KTP yang diperbolehkan membeli. Namun mereka bisa saja memperolehnya dari teman maupun keluarga. Selain itu sulit dilakukan pengawasan terhadap kebijakan ini terutama pada pedagang rokok di kios-kios kecil dan asongan. Kebijakan larangan iklan rokok di televisi sudah dilakukan tetapi tidak berlaku untuk penayangan pada jam 21.30 – 05.00 WIB. Padahal masih ada remaja yang menonton televisi pada jam tengah malam itu. Selain media televisi, sebaiknya larangan iklan rokok juga dilakukan pada media cetak dan papan reklame (billboard) di pinggir jalan. Tujuannya adalah para remaja tidak terpapar dengan isi iklan yang menarik dan variatif sehingga mereka tidak penasaran untuk mencoba. Namun kebijakan ini cukup sulit direalisasikan karena banyak pihak yang memiliki kekuatan besar akan protes dan keberatan. Begitu juga biaya iklan di papan reklame yang merupakan salah satu sumber pendapatan Pemerintah Daerah Tingkat Kabupaten/Kota.
Pencantuman gambar orang/organ tubuh yang rusak akibat merokok pada bungkus rokok dinilai sebagai kebijakan yang efektif karena setiap orang yang membeli, khususnya remaja, otomatis akan melihat gambar pada bungkus rokok. Diharapkan mereka mengetahui bahaya kesehatan yang akan terjadi jika mereka terus merokok sehingga berfikir ulang untuk membeli. Perusahaan rokok tidak akan keberatan karena biaya penggantian gambar kemasan ini tidak akan terlalu besar. Jika ditemukan perusahaan rokok yang tidak mematuhi kebijakan, maka akan mendapat sanksi dari pihak terkait (pemerintah).

Leave a comment